Larangan menyingkat sholawat

Ada dua kebiasaan yang salah dalam penulisan shalawat dan salam
terhadap Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang herus dijauhi penulis
hadits.

Pertama; menulisnya dengan tulisan yang kurang (menyingkat).  Misalnya
dia hanya menulisnya dengan memakia dua huruf Shaad dan Miim atau
lainnya (seperti kebiasaan menulis saw di Indonesia,red)

Kedua; menulisnya dengan tulisan yang maknanya berkurang.  Misalnya
menulisnya dengan Wassalam.  Meskipun kita terkadang menemuinya di
dalam tulisan-tulisan ulama terdahulu.

An-Nawawi di dalam sebuah kitab karangannya yang berjudul Al Azkar
pernah berkata: "Jika di antara kamu bershalawat terhadap Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam , maka diharuskan untuk mengumpulkan
antara shalawat dengan salam dan satu diantara keduanya tidak boleh
dipotong-potong, seperti berkata Shallallahu Alaihi (Semoga Allah
memberikan shalawat terhadap beliau) atau berkata Alaihis Sallaam
(Semoga Allah memberikan keselamatan kepada beliau).  Jadi
kedua-duanya harus disebutkan.  Dan, tidak boleh disebutkan satu di
anatara keduanya."

Pendapat ini juga pernah dinukil oleh Ibnu Katsir di dalam kitab
karangannya, pada saat dia menafsirkan surat Al Ahzab.  Kemudian dia
berkata: "Dan itulah yang diinginkan oelh ayat-ayat yang terdapat
disebutkan di dalam surat Al Ahzab, sebagaimana firman-Nya:
Artinya:
"...Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan
ucapkanlah salam penghormatan kepadanya (dengan mengucapkan perkataan,
seperti Assalamu'alaika ayyuhan Nabi, artinay: semoga keselamatan
tercurah kepadamu hai nabi)." (Al Ahzab:56)

Maka yang paling baik adalah mengatakan:
"Shallallahu 'Alaihi wa sallama tasliimaa"
Maksudnya:
"Semoga Allah memberikan shalawat, keselamatan dan penghormatan kepada beliau."

Al Fairuz Abadi pernah berkata di dalam sebuah kitab karangannya yang
berjudul Ash Shalaatu Wal Basyar: "Tidak seharusnya tulisan daripada
shalawat itu mempunyai rumus-rumus tertentu, sebagaimana yang
dilakukan oleh sebagian orang-orang yang malas, orang-orang yang bodoh
dan siswa-siswa yang awam.  Mereka menulis Shallallahu 'Alaihi wa
Sallam (Semoga Allah memberikan shalawat dan salam kepada beliau)
dengan tulisan "Shal'am".  Untuk itulah, maka tulisan dan bacaan
shalawat harus ditulis dan dibaca dengan lengkap, tidak boleh
dikurang-kurangi."

[diketik ulang dari:"Keutamaan Bershalawat Pada Nabi", Syaikh Abdul
Muhsin bin Mahmud Al-Abbad, hal.38-39. Penerbit: Pustaka Al-Kautsar,
Jakarta
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Printable Coupons