Apakah dengan kita
tidak berpartisipasi dalam pemilu atau tidak mendukung partai politik (partai
berlabel Islam) sama saja kita membiarkan partai atau orang-orang sekuler
mengatur dan memimpin negara ini, yang tentunya menyebabkan mereka menerapkan
undang-undang sekuler dan menolak dengan tegas syariat Islam?
Ada anggapan bahwa
dengan masuk ke partai kita bisa mengubah sistem dan peraturan kenegaraan dari
sistem jahiliyah ke sistem syar’iyyah secara bertahap, yakni dengan mengalihkan
undang-undang sekuler ke undang-undang Islam. Bagaimanakah seharusnya sikap dan
tindakan kita?
Apakah dengan alasan
darurat demi membendung gerak langkah musuh-musuh Islam, kita boleh masuk ke
partai dan parlemen?
Ketidakikutsertaan
kita ke parpol berlabel Islam tidak berarti kita membiarkan parpol yang tidak
berlabel Islam untuk menetapkan undang-undang sekuler karena pintu nasehat
terbuka dengan banyak cara, bisa dengan bicara langsung dengan mereka
(pemerintah), melalui surat atau cara lain yang sesuai dengan Islam (Lihat Asy
Syariah edisi tentang Cara Menasehati Penguasa). Bukankah orang-orang yang
duduk di pemerintahan kebanyakan orang-orang Islam?
Seandainya parpol
berlabel Islam ikut di parlemen apakah mereka dapat merubah sistem demokrasi
yang bertolak belakang 180 derajat dengan Islam? Tentu tidak. Sehingga masuknya
mereka tidak akan merubah sistem tapi justru merubah diri mereka dari orang
yang taat menjadi orang yang bermaksiat. Karena sejak mereka masuk (ke dalam
parlemen) sudah diambil sumpahnya untuk mengakui sistem yanga ada dan (mengakui)
keberadaan partai-partai lain selain Islam. Dan ini awal kekalahan, ditambah
maksiat-maksiat lain yang tidak bisa dihindari. Apakah memperbaiki kedaan itu
dengan cara bermaksiat kepada Allah atau dengan taat kepadanya?
Cara memperbaiki yang
benar adalah dengan tashfiyah dan tarbiyah, membersihkan Islam dari segala
kotoran dan mendidik umat di atas Islam yang murni. Ingat ucapan Al-Imam Malik:
“Umat ini tidak akan
baik kecuali dengan sesuatu yang (telah) memperbaiki generasi awal (umat ini).”
- Alasan bahwa dengan
masuk parlemen akan bisa mengubah sistem yang ada tak lebih sekedar dalih untuk
membolehkan masuk dalam parlemen, karena sesungguhnya merubah sistem yang ada
adalah sesuatu yang mustahil. Apa yang bisa mereka rubah? Kalau misalnya bisa
sebagian, berapa persen besarnya? Dan apakah mereka benar-benar bisa merubah
sistem ini? Tolong dijawab secara realistis dan jangan dengan khayalan. Yang
jelas sistem ini (demokrasi) adalah bathil sejak awalnya.
- Bila alasan darurat
yang dipakai maka merupakan alasan yang terlalu jauh. Bagaimana kita masuk ke
dalam sistem yang bertolak belakang dengan Islam lalu beralasan dengan darurat?
Mana penerapan syariat Islam yang menjadi syiar pergerakan? Bagaimana mereka
menerapkan syariat Islam secara kaffah dan memperjuangkannya sedang belum
apa-apa sudah melanggar syariat Islam yang agung. Coba renungkan!
Wallahu a’lam.